Pengepungan di Bukit Duri

Pengepungan di Bukit Duri

Nilai Pengguna
6,5/10
4 Pengguna

Ikhtisar

Edwin (Morgan Oey) berjanji kepada kakaknya yang telah meninggal untuk menemukan keponakannya yang hilang. Dalam usahanya, ia menjadi guru di SMA Duri, sebuah sekolah bagi anak-anak bermasalah. Di sana, Edwin harus menghadapi murid-murid yang paling beringas, sambil terus mencari keponakannya. Ketika akhirnya ia berhasil menemukan sang keponakan, kerusuhan melanda seluruh kota, memaksa mereka terjebak di sekolah. Bersama-sama, mereka harus bertahan melawan murid-murid brutal yang kini mengincar nyawa mereka.

OFFICIAL TRAILER | PENGEPUNGAN DI BUKIT DURI
OFFICIAL TRAILER | PENGEPUNGAN DI BUKIT DURI

02:18

Minggu, 06 April 2025

Dewa Dayana

sebagai Gerry

Endy Arfian

sebagai Kristo

Natalius Chendana

sebagai ...

Faris Fajar Munggaran

sebagai Raihan

Sandy Pradana

sebagai Santo

Florian Rutters

sebagai Sim

Bima Azriel

sebagai ...

Emir Mahira

sebagai ...

Raihan Khan

sebagai ...

Omara N Esteghlal

sebagai Jefri

Satine Zanita

sebagai ...

Sheila Kusnadi

sebagai ...

Lia Lukman

sebagai ...

Farandika

sebagai Jay

Fatih Unru

sebagai Rangga

Hana Malasan

sebagai Diana

Morgan Oey

sebagai Edwin

Shindy Huang

sebagai ...

Kiki Narendra

sebagai ...

lia_moon
14/05/2025
6

Awalnya, saya sangat antusias menonton Pengepungan di Bukit Duri, terutama setelah melihat trailer yang menjanjikan ketegangan dan konflik yang intens. Apalagi dengan Joko Anwar sebagai sutradara yang dikenal akan gaya sinematik kuat dan kemampuan bercerita yang mendalam, harapan saya pun tinggi. Dari judulnya saja, saya membayangkan sebuah pengepungan yang mencekam penuh intrik dan ketegangan yang meningkat.

Sayangnya, kegembiraan itu mulai pudar saat film lebih banyak berkutat pada Edwin yang terjebak di dalam ruangan sementara Jeffry di luar. Saya berharap ada momen klimaks yang mengejutkan, seperti pemberontakan warga atau ledakan emosi yang kuat, tapi tidak ada. Alur terasa stagnan dan terjebak di ruang terbatas tanpa perkembangan berarti. Ditambah lagi, adegan-adegan yang tidak logis seperti Rangga yang tidak menyerahkan kunci untuk menyelamatkan ayahnya membuat saya sulit terpaku pada cerita. Eksekusi film pun terasa terburu-buru dan kurang matang, dengan desain suara yang lebih condong ke horor dan adegan perkelahian yang berlebihan serta tidak natural. Sayang, pesan moral yang kuat juga tidak tersampaikan, padahal potensi tema seperti ketegangan etnis atau ketidaksetaraan sosial sangat besar. Pada akhirnya, film ini lebih terasa seperti pertengkaran aneh antara guru dan murid, tanpa kedalaman berarti, sehingga saya merasa kecewa dan menyesal sudah menghabiskan waktu menontonnya.